Peningkatan kualitas pangan saat
ini menjadi salah satu target perkembangan ilmu dan teknologi. Ide dasar dari
peningkatan kualitas pangan adalah dengan meningkatkan kandungan suatu zat
bernilai gizi pada bahan makanan pokok yang umum dikonsumsi. Sebut saja jagung
QPM (Quality Protein Maize), golden
rice (padi berwarna emas) dan plant derivated vaccine (umumnya buah-buahan yang mengandung
vaksin, misal pada pisang). Sebagai masyarakat konsumen beras tentu saja golden rice menjadi salah satu hal yang menarik
untuk dibahas.
(Gambar dari http://www.goldenrice.org)
Apa itu golden rice?
Pemikiran dasar dari penelitian golden rice adalah penyediaan vitamin A pada
makanan pokok. Banyak penderita kekurangan vitamin A di negara berkembang yang
mayoritas merupakan konsumen beras. Kekurangan vitamin A dapat berakibat fatal
karena dapat menyebabkan rabun senja, kebutaan bahkan kematian. Oleh karenanya,
Ingo Potrykus dan Peter Beyer dari Jerman berusaha untuk menghasilkan padi
dengan kandungan β-karoten untuk penyediaan vitamin A bagi masyarakat konsumen
beras yang kurang mampu. Kandungan β-karoten dalam beras menyebabkan beras
berwarna kuning keemasan.
(Gambar dari http://www.isaaa.org)
Golden rice merupakan salah satu contoh produk rekayasa
genetika dalam bidang pangan. Pada prinsipnya, rekayasa genetika adalah
teknologi memasukan gen yang berasal dari berbagai organisme ke dalam DNA
tanaman dengan tujuan agar mendapatkan karakter dari organisme tersebut ke
dalam tanaman. Organisme yang dimaksud bisa berasal dari bakteri, fungi, hewan
tingkat rendah dan tingkat tinggi, serta tanaman. Tanaman yang dihasilkan dari
rekayasa genetika disebut tanaman transgenik. Beberapa karakter yang diharapkan
dapat terekspresi dari tanaman transgenik diantaranya adalah tahan hama, tahan
herbisida, peningkatan kualitas bahan pangan dan lain-lain.
Lalu bagaimana caranya
menghasilkan warna kuning emas pada padi?
Pada prinsipnya padi yang secara
alami tidak memiliki gen penghasil β-karoten memperoleh gen tersebut dari
organisme lain. Gen penyandi biosintesis β-karoten, Crt1, diperoleh dari bakteri
tanah Erwinia uredovora. Dari penelitian diketahui bahwa enzim phytoene
desaturase yang dihasilkan bakteri tersebut mampu mengubah phytoene menjadi
lycopene. Phytoene merupakan senyawa antara pada biosintesis β-karoten.
Endosperma pada bulir padi mengandung geranyl geranyl diphosphate (GGDP), suatu
bahan dasar (prekursor) untuk biosintesis β-karoten. GGDP dapat diubah menjadi
phytoene dengan bantuan sintesis phytoene sintase yang disandi oleh gen Psy. Namun secara alami
ekspresi gen Psy pada padi teredam sehingga tidak dapat
membentuk phytoene. Dengan menyisipkan konstruk gen Crt1 dari Erwinia uredovora dan gen Psy dari daffodil (sejenis tanaman hias
yang bunganya berwarna kuning atau jingga) ke dalam genom padi, GGDP diubah
menjadi phytoene dan selanjutnya diubah lagi menjadi lycopene. Gen penyandi
enzim lycopene siklase (Lcl) yang bertugas mengkatalisis perubahan
lycopene menjadi β-karoten telah tersedia pada padi.
Golden rice generasi kedua tidak
lagi menggunakan gen Psy dari daffodil dan menggunakan gen Psy dari jagung. Modifikasi ini
menghasilkan biosintesis β-karoten yang lebih tinggi dan ditunjukkan dengan
warna beras yang dihasilkan semakin pekat, dari kuning cerah menjadi kuning
jingga.
(Gambar dari http://3.bp.blogspot.com)
Perkembangan golden rice
Penelitian dan adaptasi golden rice di berbagai negara, terutama di Asia,
masih terus dilakukan karena varietas yang dihasilkan belum tentu sesuai dengan
kondisi di suatu negara. International Rice Research Institute (IRRI)
berkolaborasi dengan beberapa negara terus melakukan berbagai pengujian yang
memakan waktu bertahun-tahun. Setelah nantinya memenuhi persyaratan keamanan
hayati, maka varietas yang cocok akan dilepas untuk ditanam secara luas.
(dari berbagai sumber)
windaaaa, hebat euy postingannya yaa...
BalasHapuskeep posting ya, ntar gua kemari sering2 deh..
cerita2 dong tentang kuliah di luarnya
Thanks Ratu.. Masih belajar nih.. Siip..
HapusBtw, blogmu apa tu?
Terus tingkatkan semangat untuk berbagi bu Winda... Pasti berguna ke dua arah, yaitu: diri sendiri dan orang lain yang membaca. It is sharing time (boleh juga tengok-tengok http://pmblab.wordpress.com - meski berbeda platform). Happy blogging...
BalasHapusThanks Prof. Dar, saya sempat nervous dikomentari salah satu pengajar favorit saya dulu..:)
HapusSaya hanya ingin me'ringan'kan tulisan ilmiah yang njelimet (buat saya), sains for every one Prof..:)